Tanah Yang Dirampas, Kriminalisasi Rakyat
- account_circle Mursid Ruko
- calendar_month Sen, 30 Jun 2025
- visibility 271
- comment 0 komentar

Penulis Opini Mursid Puko, Sumber Foto : Istimewa
Maluku Utara sangat memprihatinkan, tidak ada pulau yang benar-benar terbebas dari aktifitas tambang. Disetiap tanah Maluku Utara yang menyimpan sumber daya mineral mulai dipetakan karena dihitung berapa nominal nilai keuangannya yang nantinya dimasukkan didalam skema besar eksploitasi nasional. Mulai dari Hutan, gunung, pesisir, hingga laut, jadi sasaran investasi atas nama pembangunan yang dimana itu sudah mencemari sumber air dan udara. Ini sudah mulai mencerminkan bukan hanya aktifitas ekspansi industri tambang tetapi juga tingkat perampasan ruang hidup yang berlangsung secara sistematis. Izin-izin pertambangan mencaplok lahan masyarakat adat, bahkan kehadiran tambang justru menimbulkan pada penggusuran paksa tanah adat
Bukan hanya sebatas di situ saja, operasi tambang sangat berdampak pada luas kawasan hutan. Perusakan kawasan hutan ini menjadi kehilangan tutupan hutan sehingga sangat rentan banjir, longsor, serta kerusakan ekosistem disetiap musim hujan. Hutan yang dulu seharusnya berfungsi sebagai wilayah resapan air, sekarang telah berubah menjadi lahan terbuka yang tidak mampu menahan curah hujan tinggi. Akibatnya, desa-desa dilingkar tambang dan dataran rendah menjadi korban bencana berulang-ulang, dan masyarakat terpaksa menanggung dampak dari kebijakan yang memihak industri. Situasi ini, terjadi di hampir seluruh wilayah operasi tambang, mulai dari Halmahera, Morowali, hingga Konawe.
Ekspansi tambang terus melaju bukan hanya menggerus hutan dan ruang hidup, justru menyebabkan bencana serta juga memicu ledakan konflik agraria yang makin tajam. Kriminalisasi terhadap warga yang menolak proyek ekstraktif, tidak terlepas dari peran aktif aparat keamanan negara baik Polri maupun TNI yang kerap menjadi alat penjaga kepentingan investasi dan pembangunan versi negara. Hukum sejak awal tidak untuk melindungi rakyat, melainkan menjadi alat kekuasaan untuk mematikan resistensi dan melanggengkan dominasi negara korporasi. Situasi ini tentu bukan kebetulan, melainkan pola sistematis dan memperlihatkan bagaimana politik, hukum, dan ekstraktivisme beroperasi sebagai satu kesatuan. Setiap proyek ekstraktif selalu menciptakan apa yang Naomi Klein sebut sebagai sacrifice zones wilayah-wilayah yang sengaja dikorbankan demi akumulasi keuntungan segelintir elite dan korporasi.
- Penulis: Mursid Ruko
- Editor: Tim Redaksi Balengko Creative Media
Saat ini belum ada komentar