PENDIDIKAN CUMA-CUMA
- account_circle Fahrul Abd. Muid
- calendar_month Kam, 3 Apr 2025
- visibility 195
- comment 0 komentar

Sumber : Istimewa Oleh: Fahrul Abd. Muid Penulis adalah Dosen IAIN Ternate dan Peneliti Media Gerbong Nusantara
Pendidikan gratis terdiri dari dua kata yaitu pendidikan dan gratis. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan diartikan dengan proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dalam usaha pendewasaan manusia dengan cara pengajaran, pelatihan, proses, dan cara/metode. Pendidikan juga diartikan sebagai perbuatan mendidik bagi peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Adapun gratis diartikan dengan cuma-cuma atau tidak dipungut bayaran. Sehingga apabila kata pendidikan ini digabungkan dengan kata gratis maka memiliki arti pendidikan cuma-cuma atau proses pengubahan sikap atau tata laku seseorang atau kelompok yang tidak dipungut biaya. Dan secara teknis maka wajib dibuat Peraturan Gubernur (PERGUB) Provinsi Maluku Utara tentang penyelenggaraan pendidikan gratis/cuma-cuma yang dijadikan sebagai dasar hukum penyelengaran pendidikan gratis/cuma-cuma di tingkat SMA, SMK, dan SLB sebagai regulasi yang mengatur untuk membebaskan biaya pendidikan bagi peserta didik/orang tua peserta didik yang berkaitan dengan proses belajar mengajar dan kegiatan pembangunan sekolah sesuai dengan komponen yang mendapatkan anggaran dari pemerintah daerah.
Oleh karena itu, maka pengertian pendidikan gratis/pendidikan cuma-cuma berarti peserta didik atau orang tua/wali tidak dipungut biaya untuk kebutuhan kegiatan belajar mengajar dan kepentingan pembangunan sekolah. Meski demikian, tidak tertutup kemungkinan peserta didik tetap mempunyai pengeluaran untuk mendapatkan buku penunjang dan bahan ajar lain, seperti membeli keperluan sekolah seperti, pakaian seragam, tas, sepatu, dan juga uang saku atau jajan di sekolah. Sehingga unsur-unsur tersebut memang tidak disediakan oleh pihak sekolah atau tidak gratis atau tidak cuma-cuma tetap saja untuk keperluan peserta didik tersebut harus dibeli oleh peserta didik atau orang tua/wali karena keperluan dimaksud tidak gratis atau cuma-cuma. Sehingga pengertian gratis atau cuma-cuma dalam konteks ini adalah orang tua/wali tidak terbebas dari segala pungutan biaya sekolah secara mutlak. Maka sekiranya ada dari sebagian orang tua/wali peserta didik yang secara rela memberikan sumbangsih bagi pendidikan tentulah hal itu sangatlah baik dan bernilai pahala “jariyyah” disisi Allah Swt. Dan mereka ini bisa dikategorikan sebagai orang tua/wali peserta didik yang ikut bertanggung jawab dalam pembiayaan pendidikan di lingkungannya.
Dengan demikian, bahwa kebijakan program pendidikan gratis atau cuma-cuma yang telah disabdakan oleh Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda Laos melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Maluku Utara berpotensi memunculkan “problematika” tersendiri. Karena kebijakan ini tidak serta-merta secara “mubasyaran” akan menyelesaikan “musykilah” pendidikan yang sangat akut ini secara komprehensif di semua sekolah negeri baik di SMA, SMK, dan SLB di Provinsi Maluku Utara. Jika, kebijakan menggratiskan biaya pendidikan ini di sama-ratakakan kepada semua peserta didik, dan tidak ada diifference antara peserta didik yang mampu dengan peserta didik yang tidak mampu, maka kebijakan ini berpotensi untuk not on target. Why? Karena tidak semua peserta didik itu berasal dari keluarga yang strata sosialnya menengah ke bawah (kaum mustadh’afin), pastinya ada peserta didik yang berasal dari keluarga yang strata sosialnya menengah ke atas (kaum mustakbirin). Bagi peserta didik SMA, SMK, dan SLB yang berasal dari keluarga menengah ke atas, mereka tidak merasakan dampak positif dengan kebijakan yang sangat popolis ini. Beda halnya dengan peserta didik yang berasal dari keluarga menengah ke bawah atau kurang mampu (kaum mustadh’afin), mereka pasti melakukan “sujud syukur” sebagai bentuk terima kasihnya terhadap kebijakan Gubernur ini karena sangat berdampak positif dan boleh jadi kebijakan yang wa bil khusus ini jadi tetap sasaran (on target) baginya.
Jika diperhatikan secara saksama, bahwa kebijakan pendidikan gratis ini sama halnya dengan kebijakan pemerintah pusat yang memberikan makanan bergizi gratis (MBG) kepada para peserta didik di sekolah dasar yang di sama-ratakan tidak ada difference antara peserta didik yang mampu dan tidak mampu. Bagi peserta didik yang berasal dari keluarga menengah ke atas yang mampu secara ekonomi, dia akan mengatakan bahwa makanan ini tidak terlalu lezat baginya tapi biasa saja menu makanan ini, justru makanan yang lezat itu sebagaimana makanan yang orang tuanya sediakan di rumahnya atau memang dia sudah terbiasa memakan makanan bergizi setiap harinya. Seyogyanya, dinas terkait dalam menerjemahkan terhadap kebijkan pendidikan gratis ini harus terlebih dahulu melakukan kajian ilmiah yang holistik dan hendaknya melakukan kolaborasi dengan lembaga yang menangani perihal sensus penduduk yaitu Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Maluku Utara, agar bisa mengetahui data validnya para peserta didik SMA, SMK, dan SLB yang berjumlah 63.000.000 (enam puluh tiga ribu) perihal siapa saja para peserta didik yang berasal dari keluarga menengah ke atas dan yang berasal dari keluarga menengah ke bawah (kaum mustadh’afin). Maka, berdasarkan data yang shahih tersebut dapat dijadikan sebagai dasar yang rasional untuk membuat kebijakan pendidikan gratis atau cuma-cuma ini hanya berlaku kepada para peserta didik yang berasal dari keluarga yang menengah ke bawah atau tidak mampu secara ekonomi (kaum mustadh’afin). Sehingga, bagi para peserta didik SMA, SMK, dan SLB yang masuk kategori keluarganya mampu itu (kaum mustakbirin) tetap saja dibebankan biaya pendidikan setiap bulannya sebesar 50.000 (lima puluh ribu rupiah) sampai dengan 200.000 (dua ratus ribu rupiah). Artinya, bahwa kebijakan pendidikan gratis atau cuma-cuma ini hanya diperuntukkan kepada para peserta didik SMA, SMK, dan SLB yang berasal dari keluarga yang kurang mampu secara ekonomi. Barulah kemudian kebijakan ini sangat terlihat adil dan didalam realisasi anggaran pendidikan ini berlaku asas efektif dan efisien dengan kata lain akan terjadi penghematan anggaran pendidikan kita yang dapat diperuntukkan untuk kebutuhan lainnya.
Dalam mengelola satuan pendidikan pada level SMA, SMK, dan SLB yang berstatus sebagai sekolah negeri memang kelebihannya telah tersedia anggaran belanja sekolah (ABS) dari pemerintah pusat melalui bantuan operasional sekolah (BOS) dan bantuan operasional sekolah daerah (BOSDA). Hal ini pun masih saja dapat kita temukan ucapan yang keluar dari mulutnya kepala sekolah “akan keluhan” mengenai anggaran kami yang masih saja kurang untuk anggaran itulah, inilah dan seterusnya. Dan, mengelola organisasi sekolahan itu pasti banyak kebutuhannya kawan! karena bukan hanya terfokus pada kebutuhan urusan para peserta didiknya, disana ada kebutuhan makan-minum dan segala macamnya untuk guru-gurunya juga harus tersedia anggaran untuk kebutuhan operasional sekolah, dan belum lagi anggaran untuk kebutuhan fasilitas sekolahan yang harus diurus dengan tuntas karena sangat berdampak pada dukungan fasilitas untuk mengembangkan bakat dan minat para peserta didik yang harus difasillitasi secara maksimal oleh sekolahan kawan! Oleh karena itu, urusan mengelola sekolahan negeri ini memang ngeri-ngeri sedap kawan! karena urusan biaya pendidikan gratis atau cuma-cuma ini tidak sampai disini kawan! ada tapinya yaitu wajib memperhatikan mutu dan kualitas pendidikan itu sendiri. Situasi dan keadaan ini, saya pastikan membuat kepala sekolah di SMA, SMK, dan SLB akan pening isi kepalanya. Apalagi program pendidikan gratis atau cuma-cuma di Maluku Utara ini telah menjadi salah satu program unggulan pemerintahan Sherly-Sarbin saat ini untuk meningkatkan aksesibiltas dan kualitas pendidikan saya, anda, dan kita semua kawan!
Oleh karena itu, program pendidikan gratis atau cuma-cuma ini akan belum sepenuhnya berjalan secara efektif karena beberapa alasan. Pertama, keterbatasan infratruktur pendidikan seperti fasilitas sekolah yang masih minim, guru-guru yang mutunya masih rendah karena kurang mendapatkan pelatihan dari dinas terkait, dan fasilitas pendukung untuk meningkatkan mutu pendidikan yang masih minim ketersediaannya, sehingga membuat program pendidikan gratis atau cuma-cuma ini akan belum merata dan berpotensi belum semua masyarakat Maluku Utara dapat merasakannya wab il khusus untuk siswa-siswi yang bersekolah di Madrasah Aliayah (MA) harus merasakan langsung kebijakan Gubernur tentang pendidikan gratis atau cuma-cuma ini karena mereka juga sebagai putra-putri Provinsi Maluku Utara. Kedua, keterbatasan sumber daya pendidikan yang sangat vital, seperti anggaran belanja sekolah yang masih saja kurang dan tenaga kerja administrasi yang professional sangat terbatas di sekolahan, hal ini membuat program pendidikan gratis atau cuma-cuma akan belum efektif dan belum semua masyarakat Maluku Utara dapat merasakan manfaatnya. Ketiga, kurangnya partisipasi masyarakat dalam program pendidikan gratis atau cuma-cuma ini disebabkan oleh tidak maksimalnya saluran informasi yang menyeluruh dan kurangnya kesadaran yang tinggi dari masyarakat Maluku Utara akan urgennya pengaruh positif pendidikan bagi kehidupannya. Keempat, kurangnya pengembangan sumber daya manusia (SDM) disebabkan oleh karena faktor memang mutu kualitas pendidikan kita masih saja rendah karena selama ini wajah pendidikan kita salah diurus oleh pemerintahan sebelumnya dan lebih-lebih kurangnya aksesibilitas pendidikan kita oleh masyarakat Maluku Utara.
Dengan demikian, maka “musykilah” program pendidikan cuma-cuma ini terdapat solusi yang juga bersamaan wajib hukumnya dilakukan oleh pemerintah Provinsi Maluku Utara dalam rangka untuk mensukseskan program unggulan ini, dengan cara yakni meningkatkan infrastruktur pendidikan di SMA, SMK, dan SLB yang sangat memadai. Meningkatkan sumber daya pendidikan di SMA, SMK, dan SLB yang profesional. Meningkatkan sumber daya pendidikan agar terjadinya efektifitas program pendidikan gratis atau cuma-cuma ini bagi peserta didik di sekolah. Meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai subjek dan sekaligus objek pendidikan di Maluku Utara, serta meningkatkan pengawasan dan evaluasi terhadap program pendidikan gratis atau cuma-cuma ini untuk mengetahui sejauhmana efektifitas dampak positif program ini bagi peserta didik dan bagi peningkatan mutu kualitas pendidikan kita setelah penerapan kebijakan pendidikan gratis atau cuma-cuma ini, dan harus berdasarkan asas efektif dan efisiensi bagi anggaran pendidikan gratis atau cuma-cuma ini agar tepat sasaran dalam penggunaannya oleh dinas al-maqshud. Demikian tulisan ini, semoga bermanfaat bagi pembacanya.
- Penulis: Fahrul Abd. Muid
- Editor: Fahrul Abd. Muid
- Sumber: Penulis adalah Dosen IAIN Ternate dan Peneliti Media Gerbong Nusantara
Saat ini belum ada komentar