Matinya Imajinasi dalam Peradaban Citra: Hermeneutika Kemungkinan ala Richard Kearney
- calendar_month Sen, 29 Sep 2025
- visibility 199
- comment 0 komentar

Portrait of Prof. Richard Kearney, Charles B. Seelig Chair (Philosophy) photographed for use in the 3/11 issue of Chronicle Picture Lee Pellegrini
Imajinasi sebagai Hermeneutika Kemungkinan
Imajinasi pernah dipuji sebagai jantung kreativitas manusia, juga medium yang menghubungkan fakta dan fiksi, realitas dan kemungkinan, dunia empiris dan dunia simbolik. Namun, menurut Richard Kearney, imajinasi justru tengah mengalami kematian yang ironis di zaman yang seolah paling penuh dengan citra. Buku The Wake of Imagination karya Richard Kearney, menggambarkan paradoks itu, saat gambar dan media merajalela, daya imajinatif manusia justru lumpuh.
Di sinilah Kearney menempatkan kritik tajamnya. Imajinasi tidak lagi hadir sebagai kekuatan kreatif yang membuka kemungkinan baru, melainkan menjadi cermin kosong yang hanya memantulkan citra lain. Budaya postmodern, dengan banjir simulakra dan reproduksi mekanis, telah mereduksi imajinasi menjadi permainan tanpa asal dan tanpa akhir.
Bagi Kearney, imajinasi sejati adalah kekuatan hermeneutis yang menafsirkan, menyeberangkan, dan menyambungkan makna. Imajinasi bukan sekadar fantasi, tetapi “medium of possibility” ruang di mana manusia membayangkan alternatif dari realitas aktual. Ia meminjam inspirasi dari fenomenologi Husserl dan Heidegger: bahwa “yang mungkin lebih mendasar daripada yang aktual.” Imajinasi, dalam pengertian ini, adalah jendela ke arah kemungkinan yang melampaui fakta yang sudah ada.
- Penulis: Muhammad Asmar Jurusan Aqidah Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
- Editor: Redaktur Balengko Creative Media
- Sumber: • Kearney, R. (1988). The Wake of Imagination. London: Routledge. • Kearney, R. (2004). Hermeneutics of the Possible God. Revista Portuguesa de Filosofia, 60(4), 929–952. • Greisch, J. (2004). The “Maker Mind” and Its Shade: Richard Kearney’s Hermeneutics of the Possible God. Research in Phenomenology, 34, 246–254.
Saat ini belum ada komentar