Kedaulatan di Setiap Ombak: Anak Pulau Loloda dan Perjuangan Menjaga Laut Halmahera
- calendar_month Ming, 10 Agu 2025
- visibility 129
- comment 0 komentar

Ilustrasi suasana laut Loloda, foto by : Pinterest/ sambodo
Kedaulatan Bukan Sekadar Bendera
Membela pulau berarti menolak reduksi kedaulatan menjadi sekadar pengibaran bendera atau patroli angkatan laut. Kedaulatan sejati lahir dari keberlanjutan komunitas, ketika laut dijaga dari pencemaran, ketika hasil tangkapan cukup untuk menghidupi keluarga, ketika tanah tidak dijual kepada investor asing yang hanya ingin membangun resort mewah.
Dalam The Ocean Economy in 2030 (OECD, 2016), disebutkan bahwa eksploitasi ekonomi terhadap laut akan meningkat pesat dalam dekade ini, mengancam ekosistem dan komunitas pesisir. Jika anak-anak pulau tidak membangun kekuatan kolektif untuk mengelola sumber daya mereka sendiri, maka kedaulatan akan tetap menjadi slogan kosong.
Setiap nelayan yang mempertahankan hak menangkap ikan di lautnya sendiri, setiap perempuan pesisir yang menjaga tradisi pengolahan hasil laut, setiap anak muda yang menulis tentang keindahan dan kesulitan hidup di pulau kecil, sesungguhnya sedang menghidupkan kedaulatan. Mereka menjaga agar laut tidak menjadi sekadar halaman belakang korporasi global.
Menghidupi tanah dan laut berarti membangun sistem ekonomi lokal yang berkelanjutan. Model koperasi nelayan, pasar ikan komunitas, pendidikan berbasis lingkungan maritim, adalah bentuk nyata dari perlawanan terhadap kolonisasi ekonomi baru. Ini bukan sekadar retorika omong kosong seperti mulut elit politik.
Gelombang tidak pernah statis melainkan terus bergerak dan terus berubah. Demikian pula ancaman terhadap kedaulatan. Ancaman datang bukan hanya dalam bentuk kapal asing yang melanggar batas laut teritorial, tetapi juga dalam bentuk peraturan yang bias elit, dalam investasi yang menggerus ruang hidup, dalam narasi pembangunan yang menyingkirkan suara komunitas lokal.
Strategi melawan invasi sunyi ini tidak bisa hanya mengandalkan patriotisme kosong. Malainkan harus dibangun di atas pengetahuan tentang hukum laut, tentang hak adat, ekologi pesisir, geopolitik regional. Seperti diuraikan oleh Christian Bueger dalam Maritime Security bahwa keamanan maritim modern menuntut keterlibatan komunitas lokal sebagai aktor aktif bukan sekadar objek perlindungan negara.
Anak-anak pulau perlu menjadi navigator baru dalam membaca perubahan arah angin politik global, memahami peta baru jalur perdagangan maritim, mengantisipasi perubahan regulasi internasional. Mereka harus membangun jaringan solidaritas, baik lokal maupun global, untuk mempertahankan hak atas laut dan pulau-pulau mereka.
Kedaulatan di setiap ombak berarti bahwa setiap tindakan kecil menjaga terumbu karang, memprotes reklamasi, mengajarkan anak-anak tentang hak laut mereka adalah bagian dari perjuangan besar. Setiap gerakan dayung, setiap ayunan jala, setiap baris puisi tentang laut adalah deklarasi: “Kami ada di sini. Ini tanah kami. Ini laut kami.”
Di tengah derasnya arus globalisasi yang sering mengabaikan pinggiran, anak-anak pulau seperti di Loloda harus berani berdiri di batu karang, menantang gelombang, dan berseru dengan penuh keyakinan “Kami membela setiap ombak. Kami membela setiap pulau.” Dengan begitu ada catatan harapan yang tersampaikan meskipun selalu di abaikan oleh negara.
- Penulis: Muhammad Asmar Joma
- Editor: Redaktur Balengko Creative Media
Saat ini belum ada komentar