Akses Keadilan bagi Kaum Mustadh’afin: Antara Dakwah, Perlawanan, dan Kritik terhadap Hegemoni Hukum
- calendar_month Sel, 22 Jul 2025
- visibility 334
- comment 0 komentar

Penulis Opini, Zulfikran A. Bailussy, SH, penulis merupakan ketua LBH Ansor Kota Ternate | Sumber Foto : Istimewa
Di Maluku Utara hari ini, keadilan tidak hanya langka—ia kerap dipertontonkan sebagai kemewahan yang hanya bisa diakses oleh yang berkuasa dan berharta. Para petani di Halmahera yang digusur demi izin tambang, nelayan pesisir yang kehilangan ruang hidupnya karena reklamasi dan pencemaran, hingga warga miskin kota yang terjerat utang atau kriminalisasi—semuanya adalah potret kaum mustadh’afin yang terus menanggung biaya dari apa yang disebut “pembangunan”.
Dalam konteks ini, membela mereka bukan semata tugas hukum, tapi bagian dari tugas sejarah, tugas peradaban, dan tugas keagamaan.
Ali Syari’ati, intelektual revolusioner asal Iran, dalam gagasannya tentang Islam sebagai “mazhab pembebasan” menegaskan bahwa agama yang tidak berpihak pada kaum tertindas hanyalah mitos yang telah direduksi oleh kekuasaan. Ia menyebut para nabi bukan sebagai tokoh moral yang netral, tetapi sebagai agen perlawanan terhadap kezaliman struktur. Syariati mengingatkan kita bahwa Islam yang sejati adalah Islam yang berdiri di barisan paling depan bersama kaum mustadh’afin.
- Penulis: Zulfikran A. Bailussy, SH
- Editor: Tim Redaksi Balengko Creative Media
- Sumber: Penulis merupakan Ketua LBH GP Ansor Kota Ternate.
Saat ini belum ada komentar