Komunitas Magister Maluku Utara DIY Tanyakan Arah Pendidikan Malut: Apakah Kita Sedang Membangun Sekolah atau Sekadar Bangunan?
- account_circle Redaksi Balengko Space
- calendar_month Ming, 15 Jun 2025
- visibility 189
- comment 0 komentar

Asmar Joma ketua Komppi Malut DIY 2025-2026 | Sumber Foto : Istimewa
Balengkospace.com, Yogyakarta, 15 Juni 2025 – Komunitas Magister Peduli Pendidikan Maluku Utara (KOMPPI-MU) di Yogyakarta menyuarakan kritik tajam terhadap arah kebijakan pendidikan yang dijalankan Pemerintah Provinsi Maluku Utara. Melalui rilis pers resminya, KOMPPI menilai bahwa banyak program pendidikan yang dijalankan masih bersifat seremonial dan tidak menjawab kebutuhan riil masyarakat, khususnya di daerah terpencil.
Ketua KOMPPI Maluku Utara di Yogyakarta, Muhammad Asmar Joma, menyebut bahwa klaim-klaim seperti pendidikan gratis dan pembangunan infrastruktur sekolah di pulau-pulau kecil harus diuji secara empiris. Ia menilai pembangunan masih terlalu berfokus pada aspek fisik tanpa diimbangi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
“Kami melihat adanya kesenjangan besar antara retorika pembangunan dan kondisi lapangan. Infrastruktur penting, tetapi kualitas pendidikan dan akses yang adil jauh lebih mendesak,” ujar Asmar Joma, Sabtu (15/6/2025).
Dalam pengamatannya, KOMPPI menemukan masih banyak sekolah di wilayah terpencil Maluku Utara yang menghadapi kondisi memprihatinkan. Fasilitas rusak, sanitasi buruk, akses listrik minim, hingga tidak adanya koneksi internet menjadi masalah klasik yang tak kunjung tuntas. Selain itu, guru-guru honorer masih digaji rendah dan bekerja di bawah tekanan tanpa perlindungan yang layak.
“Pendidikan gratis tidak boleh dimaknai sebagai pendidikan murahan. Kualitas dan kelayakan harus menjadi standar minimum,” tegas Asmar.
KOMPPI juga menyoroti lemahnya perhatian pemerintah terhadap pendidikan berbasis budaya. Erosi identitas dan punahnya bahasa daerah menjadi sinyal darurat yang, menurut mereka, tidak cukup ditanggapi serius oleh Dinas Pendidikan maupun Gubernur.
“Pendidikan bukan hanya soal akademik, tapi soal nilai, karakter, dan kebudayaan. Kalau generasi muda kehilangan jati diri, itu bukan kemajuan, tapi kemunduran,” tambahnya.
KOMPPI menyampaikan bahwa pendekatan teknokratis yang hanya mengejar capaian angka-angka, proyek, dan akreditasi tidak menjamin kualitas pendidikan secara menyeluruh. Mereka mendorong Gubernur dan Dinas Pendidikan Maluku Utara untuk mulai membangun pendidikan berbasis konteks lokal, partisipatif, dan inklusif.
“Sekolah seharusnya menjadi garda terdepan pelestarian budaya. Tetapi faktanya, banyak yang justru kehilangan fungsi itu karena kurikulum tidak relevan,” kata Asmar.
Sebagai komunitas akademik yang beranggotakan mahasiswa magister asal Maluku Utara di Yogyakarta, KOMPPI menyatakan kesiapannya untuk berdialog dan memberi masukan akademis secara konstruktif.
“Kami mendesak evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan pendidikan saat ini, terutama di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar). Kami siap hadir sebagai mitra kritis dan solutif,” tutup Asmar Joma.(red)
- Penulis: Redaksi Balengko Space
- Editor: Tim Redaksi Balengko Creative Media
Saat ini belum ada komentar