Dari Iman ke Revolusi: Palestina sebagai Simbol Perlawanan Global
- account_circle Muhammad Asmar Joma
- calendar_month Sen, 14 Apr 2025
- visibility 358
- comment 0 komentar

AP Photo/Maya Hitij
Di tengah gempuran Israel dan dukungan sekutunya, Palestina berdiri di tanah yang diduduki sebagai simbol yang pantang menyerah. Sebuah cerminan dari perjuangan yang dilakukan oleh Palestina sebagai gerakan perlawanan melawan penindasan dan ketidakadilan, ini bukan hanya konflik politik dan teritorial tetapi simbol yang melampaui semua itu. Semangat revolusioner merembes ke dalam jiwa dalam setiap gerakan perjuangan melawan penindasan dan hegemoni global. Jika dilihat secara radikal, Palestina tidak hanya memicu perlawanan fisik tetapi juga menginspirasi nilai-nilai Islam sebagai kompas moral yang membimbing iman, yang bukan sekadar dogma tetapi ajaran agama yang tetap teguh bahkan dalam kesulitan.
Palestina bukan hanya wilayah yang dijajah, juga bukan hanya tanah yang telah direbut, sebaliknya, itu adalah luka yang terus melekat di hati setiap individu yang memahami arti perjuangan. Palestina telah menjadi pusat revolusi di permukaan dunia, sebuah keyakinan yang bukan hanya masalah spiritualitas tetapi telah menjadi bahan bakar untuk revolusi yang tak kenal lelah. Iman bukan hanya keyakinan pribadi yang menghubungkan dunia spiritual dan dunia nyata tetapi lebih dari itu. Iman adalah kekuatan pendorong yang secara kolektif memotivasi jutaan orang Palestina untuk berjuang, bertahan, dan berjuang melawan ketidakadilan yang berkepanjangan.
Hasan Hanafi, dalam “Akidah ke Revolusi” memberikan peringatan keras bahwa agama dan iman tidak boleh menjadi alat tunduk pada tirani sebaliknya, agama dan iman harus menjadi kekuatan revolusioner dalam membebaskan berhala yang merebut jiwa. Sistem kepercayaan harus berubah menjadi kekuatan politik yang mendorong perubahan sosial yang nyata.
Sebagai simbol perlawanan global, Palestina menunjukkan bahwa keyakinan dan yang mendalam pada prinsip-prinsip moral yang tinggi dapat menjadi kekuatan yang luar biasa dalam menggulingkan penindasan dan memperjuangkan kebebasan dan keadilan di dunia. Untuk memahami revolusi perlawanan Palestina dari nilai-nilai Islam yang telah menjadi ideologi perlawanan yang berakar pada agama (Aqidah) hingga perjuangan revolusioner yang lebih luas, perlu diperiksa bagaimana unsur agama dan politik berinteraksi dalam konteks konflik yang sedang berlangsung di Palestina. Kompleksitas identitas Palestina, dikombinasikan dengan ketidakadilan historis yang dialami selama beberapa dekade, sangat penting untuk mengkonseptualisasikan Palestina sebagai simbol perlawanan global terhadap penindasan, terutama dalam perjuangannya melawan kolonialisme dan militerisasi Israil dan sekutunya Amerika Serikat.
Perlawanan selalu teradi di Palestina dengan narasi agama yang sebagian besar didasarkan pada pandangan Islam. Relevansi agama dari situs-situs seperti Al-Quds (Yerusalem) telah menjadi penentu utama identitas dan perlawanan Palestina. Perjuangan untuk melestarikan tempat-tempat suci ini tidak hanya bersifat budaya tetapi juga terletak dalam kerangka teologis yang lebih besar di mana pelestarian tradisi agama seseorang dianggap sebagai kewajiban ilahi (Nasie and Bar‐Tal 2012; Rock‐Singer 2024). Seperti yang ditekankan dalam literatur yang menghubungkan keyakinan agama dengan sentimen nasional di kalangan pemuda dan komunitas Palestina, kerangka Iman ini yang pada dasarnya merupakan aspek kunci dari ajaran agama telah menjadi penting dalam memotivasi tindakan kelompok.
Selain itu, cara media menyajikan subjek agama ini telah berubah drastis. Analisis komparatif sumber media Palestina oleh (Awais 2024), mengungkapkan betapa berbedanya mereka meliput perlawanan. Menekankan konsep kewajiban agama, televisi Palestina mempromosikan pentingnya melestarikan tempat-tempat suci dan bangsa itu sendiri. Ini bukan hanya pernyataan afiliasi tetapi juga seruan untuk mobilisasi politik yang lebih luas, sehingga menunjukkan bahwa konsep agama terkait erat dengan perjuangan nasional.
Beberapa kegiatan kelompok-kelompok Palestina membantu menunjukkan pergeseran dari perspektif perlawanan yang dibentuk oleh agama ke sikap revolusioner yang lebih berfokus pada politik. Faktor lokal dan global jelas mempengaruhi strategi yang digunakan oleh kelompok-kelompok seperti Hamas, yang awalnya menggabungkan retorika agama dengan aksi militan, menjadi semakin canggih secara politik (Alsoos 2021). Gerakan ini mewakili kesadaran akan perlunya beradaptasi dalam lingkungan sosial-politik yang sangat kompleks di mana sentimen lokal dan internasional secara signifikan memengaruhi perilaku. Penekanan dari narasi perlawanan ini adalah konsekuensi sosio-psikologis dari peperangan berkepanjangan, yang telah mengakibatkan perubahan signifikan dalam identitas masyarakat dan mekanisme penanggulangan.
Pada akhirnya perjalanan dari Akidah menuju cita-cita revolusioner mencerminkan permadani keyakinan, ingatan kolektif, dan strategi adaptif yang kompleks yang terjalin melalui perjuangan selama beberapa dekade. Interaksi yang kompleks ini menyoroti semangat tangguh rakyat Palestina, yang terus mencari keadilan, pengakuan, dan kedaulatan di dunia yang seringkali acuh tak acuh terhadap penderitaan mereka. Dengan demikian, Palestina tetap menjadi simbol perlawanan global yang kuat, mewujudkan perjuangan yang lebih besar untuk martabat dan hak-hak melawan kekuatan zionis dan penindasan.
Identitas kolektif dan agensi politik perempuan Palestina menggambarkan lapisan lain dalam perjuangan ini, di mana suara perempuan secara signifikan berkontribusi pada narasi perlawanan. Saat mereka terlibat secara mendalam dalam aktivisme lokal dan wacana internasional, perempuan menantang peran tradisional sambil mendefinisikan ulang perlawanan melalui lensa feminis (Thakore 2022).
Secara radikal ingin saya katakan perlawanan Palestina bukan hanya tentang pembebasan tanah dan hak atas negara mereka tetapi pembebasan jiwa yang secara fundamamental bertentangan dengan penjajahan yang menghancurkan martabat manusia. Saya kira ini alasan mengapa perjuangan Palestina tidak hanya dipahami sebagai tuntutan politik. Perlawann Palestina adalah eksperesi keinginan untuk hidup dalam kebenaran yang sesuai dengan ajaran agama, yaitu keadilan, kebebasan dan kesetaraan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, nilai-nilai inilah yang saat ini rampas oleh kekuatan global yang berkuasa.
Secara keseluruhan akidah berfungsi sebagai kekuatan revolusioner yang menggerakkan perjuangan Palestina. Perjuangan yang didorong oleh akidah bukan hanya sekadar upaya merebut kembali tanah, tetapi lebih jauh lagi bahwa sebuah perjuangan untuk membebaskan umat manusia dari penjajahan yang lebih mendalam penjajahan terhadap martabat manusia. Akidah adalah dasar dari revolusi sosial yang melawan ketidakadilan.
*Doa Tangisan dan Perlawanan*
Saat ini belum ada komentar