Gerakan Mahasiswa : Merebut Kemenangan atau Tunduk pada Kekuasaan
- calendar_month Kam, 31 Jul 2025
- visibility 160
- comment 0 komentar

Faturahman Djaguna Presiden Mahasiswa Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta 2025 | Sumber foto : Istimewa
Gerakan mahasiswa selama ini dikenal sebagai agen perubahan sosial-politik yang membawa aspirasi rakyat dan menjadi suara moral bangsa. Akan tetapi dalam perkembangan kontemporer gerakan mahasiswa menghadapi tantangan serius berupa degradasi semangat, tujuan, dan bentuk perjuangan. Gerakan yang dahulu bersifat ideologis dan transformatif kini kerap terjebak dalam agenda pragmatis, partisan, bahkan kooptatif. Dalam banyak kasus kekinian mahasiswa terlihat tidak lagi sebagai kekuatan penekan yang independen melainkan menjadi instrumen kekuasaan atau bagian dari permainan elite politik. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendasar apakah gerakan mahasiswa masih berjuang untuk merebut kemenangan rakyat atau justru tunduk pada logika kekuasaan yang menindas.
Penurunan daya kritis ini tidak muncul dalam ruang hampa semata ia merupakan bagian dari transformasi historis panjang gerakan mahasiswa. Sebab itu untuk memahami degradasi hari ini kita perlu menengok kembali kompas sejarah panjang gerakan mahasiswa, serta bagaimana mengupas akar dominasi sistemik dalam masyarakat modern. Sehingas kita membutuhkan semacam formulasi gerakan alternatif yang relevan dengan konteks zaman hari ini demi mengembalikan watak emansipatoris gerakan mahasiswa.
Melemahnya Gerakan Aliansi Mahasiswa yang Elitis
Fenomena yang memperparah degradasi gerakan mahasiswa kontemporer adalah menguatnya kecenderungan elitis dalam tubuh aliansi mahasiswa. Alih-alih memperluas basis massa dan memperjuangkan aspirasi akar rumput, banyak aliansi mahasiswa hari ini terjebak dalam manuver-manuver elitis yang terbatas pada kalangan pemimpin organisasi intra kampus, serta orientasi politik yang cenderung kompromistis terhadap kekuasaan. Kecenderungan ini mengakibatkan gerakan mahasiswa kehilangan legitimasinya di mata publik terutama kalangan mahasiswa umum dan masyarakat sipil yang merasa tidak lagi terwakili.
Dalam sosiolog gerakan sosial Charles Tilly menekankan pentingnya “mobilization structure” yang kuat dalam menjaga keberlanjutan gerakan. Tanpa basis sosial yang luas dan partisipasi horizontal gerakan akan mengalami stagnasi. Hal ini diperkuat oleh Donatella della porta yang menyatakan bahwa eksklusivitas dalam gerakan akan menghambat kapasitas mobilisasi dan menjauhkan gerakan dari tujuan transformasionalnya. aliansi mahasiswa seringkali tidak mencerminkan keterbukaan, partisipasi demokratis, maupun akuntabilitas terhadap basisnya sendiri.
Munculnya elitisme juga berdampak pada menurunnya kreativitas dan militansi gerakan aliansi mahasiswa yang kerap berputar di lingkaran wacana formalistik dan retorika simbolik namun minim aksi substantif. Situasi ini diperburuk oleh relasi personal dengan elite partai politik atau pejabat negara yang seringkali menciptakan konflik kepentingan dan mereduksi independensi gerakan. Dalam jangka panjang jika gerakan mahasiswa tidak mampu mereformasi struktur aliansinya maka sulit berharap pada lahirnya gerakan progresif yang berakar dan berdampak luas.
- Penulis: Faturahman Djaguna
- Editor: Redaktur Balengko Creative Media
- Sumber: Presiden Mahasiswa Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta 2025
Saat ini belum ada komentar