Hutan Menangis, Rakyat Berdarah: Surat Terbuka untuk Penguasa Buta
- account_circle Muhamad Yudis Kamah
- calendar_month Sel, 20 Mei 2025
- visibility 148
- comment 0 komentar

Sumber Foto : Istimewa
Di tengah geliat pembangunan yang digadang-gadang membawa kesejahteraan, kampung sering kali dipandang sebagai wilayah tertinggal, identik dengan kekumuhan, konflik, dan ketertinggalan. Namun di balik stigma itu, kampung justru menjadi garda terdepan dalam mempertahankan ruang hidup dari berbagai bentuk ketidakadilan: penggusuran, bentrokan lahan, hingga perampasan wilayah adat.
Ironisnya, ketika warga kampung mempertahankan haknya, respons yang muncul justru tindakan represif. Banyak pemangku kebijakan memilih diam, sementara sebagian aparat disebut-sebut mengambil langkah yang memicu keresahan di tengah masyarakat.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, jumlah penduduk Provinsi Maluku Utara mencapai 1,37 juta jiwa pada pertengahan 2024. Di antaranya, sekitar 99.224 jiwa warga Halmahera Timur hidup dalam kondisi yang tidak mudah: berhadapan dengan konflik agraria, kesenjangan pangan, lemahnya demokrasi partisipatif, hingga ancaman terhadap hak-hak masyarakat adat.
Laporan dari berbagai sumber menyebutkan, tindakan pengamanan dalam beberapa konflik lahan di wilayah ini kerap kali tidak mengedepankan pendekatan dialog. Sebaliknya, ada dugaan penggunaan kekuatan yang tidak proporsional, yang justru memicu trauma dan keresahan.
Salah satu peristiwa yang ramai dibicarakan terjadi pada 18 Mei 2025, ketika 27 warga yang disebut sebagai bagian dari komunitas adat dilaporkan ditangkap saat mempertahankan wilayah yang mereka yakini sebagai tanah adat dari aktivitas pertambangan oleh sebuah perusahaan. Hingga kini, sebagian dari mereka disebut masih menjalani proses hukum di Polda Maluku Utara. Sejumlah pihak menyatakan bahwa penangkapan tersebut dilakukan tanpa prosedur yang transparan.
Hal ini menimbulkan pertanyaan mendalam:
Di mana peran Pemerintah Provinsi Maluku Utara?
Di mana tanggung jawab Pemerintah Daerah Halmahera Timur?
Mengapa tokoh masyarakat dan aparat desa belum bersuara secara terbuka?
Kami sebagai bagian dari masyarakat adat hanya ingin hak kami dihormati dan dilindungi. Kami tidak anti-pembangunan, tapi pembangunan semestinya berpihak pada rakyat, bukan sebaliknya.
Oleh karena itu, kami menyuarakan tuntutan berikut:
-
Hentikan aktivitas tambang yang berpotensi merusak ruang hidup masyarakat!
-
Tinjau kembali izin pinjam pakai kawasan yang mengabaikan aspirasi warga!
-
Lakukan proses hukum yang adil terhadap aparat yang diduga melakukan tindakan represif!
-
Bebaskan 27 warga yang ditangkap, bila terbukti tidak melakukan pelanggaran hukum yang sah!
Kami berharap suara ini tidak dipandang sebagai ancaman, tetapi sebagai panggilan moral. Sebab, ketika suara-suara kecil dari kampung mulai dibungkam, maka yang mati bukan hanya keadilan tetapi juga kemanusiaan itu sendiri.
- Penulis: Muhamad Yudis Kamah
- Editor: Muzsta
- Sumber: https://databoks.katadata.co.id/demografi/statistik/70bd9512f28b2f9/penduduk-maluku-utara-capai-137-juta-jiwa-18-ada-di-kab-halmahera-selatan-pada-pertengahan-2024
Saat ini belum ada komentar